.

Bintang-bintang Dan Pepohonanpun Berdzikir Dengan Bergoyang, Bukankah Hanya dengan Berdzikir Hati Menjadi Tenang, Anda Memasuki Kawasan Wajib Dzikrullah

Saturday 7 June 2014

TAREKAT MAWLAWIYAH



Suatu saat Mawlana Syaikh Jalaluddin ar-Rumi tengah tenggelam dalam kemabukannya dalam tarian Sama', ketika itu seorang sahabatnya memainkan biola dan ney (seruling), beliau mengatakan, “Seperti juga ketika shalat kita berbicara dengan Tuhan, maka dalam keadaan ekstase (mabuk spiritual) para darwis juga berdialog dengan Tuhannya melalui cinta. Musik Sama' yang merupakan bagian Shalawat atas Baginda Nabi Muhammad Saw adalah merupakan wujud musik cinta demi cinta Nabi Saw dan pengetahuan-Nya.
Rumi mengatakan bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi dalam Musik dan Sama', dimana musik merupakan gerbang menuju keabadian dan Sama' adalah seperti electron yang mengelilingi intinya bertawaf menuju Sang Maha Pencipta. Semasa Rumi hidup, tarian “Sama” sering dilakukan secara spontan disertai jamuan makanan dan minuman. Rumi bersama teman darwisnya selepas shalat Isya' sering melakukan tarian sama' di jalan-jalan kota Konya. Terdapat beberapa puisi dalam Matsnawi yang memuji Sama' dan perasaan harmonis alami yang muncul dari tarian suci ini. Dalam bab ketiga Matsnawi, Rumi menuliskan puisi tentang kefanaan dalam Sama', “Ketika gendang ditabuh seketika itu perasaan ekstase merasuk bagai buih-buih yang meleleh dari debur ombak laut”. Tarian Sama' ini sebagai tiruan dari keteraturan alam raya yang diungkap melalui perputaran planet-planet.
Perayaan Sama' dari tarekat Mawlawiyah dilakukan dalam situasi yang sangat sakral dan ditata dalam penataan khusus pada abad ke-17. Perayaan ini untuk menghormati wafatnya Rumi, suatu peristiwa yang Rumi dambakan dan ia lukiskan dalam istilah-istilah yang menyenangkan. Para anggota Tarekat Mawlawiyah belajar menarikan tarian ini dengan bimbingan Mursyidnya. Tarian ini dalam bentuknya sekarang dimulai dengan seorang peniup suling yang memainkan Ney, seruling kayu.
Para penari masuk mengenakan pakaian putih sebagai simbol kain kafan, dan jubah hitam besar sebagai simbol alam kubur dan topi panjang merah atau abu-abu yang menandakan batu nisan. Seorang Syaikh masuk paling akhir dan menghormat para Darwis lainnya. Mereka kemudian balas menghormati. Ketika Syaikh duduk dialas karpet merah menyala yang menyimbolkan matahari senja merah tua yang mengacu pada keindahan langit senja sewaktu Rumi wafat. Syaikh mulai bershalawat untuk Rasulullah Saw yang ditulis oleh Rumi disertai iringan musik, gendang, marawis dan seruling ney.
Peniup seruling dan penabuh gendang memulai musiknya, maka para darwis memulai dengan tiga putaran secara perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada putaran ketiga, Syaikh kembali duduk dan para penari melepas jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan kuburan untuk mengalami "mati sebelum mati", kelahiran kedua. Ketika Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari.
Ketika tarian hampir usai, maka Syaikh berdiri dan alunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan musik penutup dan pembacaan ayat suci Al Qur'an. Sekalipun beberapa gerakan tarian ini pelan dan terasa lambat, tetapi orang-orang yang menyaksikannya mengatakan penampilan ini sangat magis dan menawan. Kedalaman konsentrasi, atau perasaan dzawq dan ketulusan para darwis menjadikan gerakan mereka begitu menghipnotis. Pada akhir penampilan para hadirin diminta untuk tidak bertepuk tangan karena Sama' adalah sebuah ritual spiritual bukan sebuah pertunjukan seni. Pada abad ke-17, Tarekat Mawlawiyah dikendalikan oleh kerajaan Utsmaniyah. Meskipun Tarekat Mawlawiyah kehilangan sebagian besar kebebasannya ketika berada dibawah dominasi Ustmaniyah, tetapi perlindungan Sang Raja memungkinkan Tarekat Mawlawiyah menyebar luas ke berbagai daerah dan memperkenalkan kepada banyak orang tentang tatanan musik dan tradisi puisi yang unik dan indah. Pada Abad ke-18, Salim III - seorang Sultan Utsmaniyah - menjadi anggota Tarekat Mawlawiyah dan kemudian dia menciptakan musik untuk upacara-upacara Mawlawi. Selama abad ke-19, Mawlawiyah merupakan salah satu dari sekitar 19 aliran sufi di Turki dan sekitar 35 kelompok semacam itu di kerajaan Utsmaniyah. Karena perlindungan dari raja mereka, Mawlawi menjadi kelompok yang paling berpengaruh di seluruh kerajaan, dan prestasi kultural mereka dianggap sangat murni. Kelompok itu menjadi terkenal di barat., Di Eropa dan Amerika, pertunjukkan keliling mereka menyita perhatian publik. Selama abad 19, sebuah panggung pertunjukkan yang didirikan di Turki menarik perhatian banyak kelompok wisatawan Eropa yang datang ke Turki.
Pada tahun 1925, Tarekat Mawlawiyah dipaksa membubarkan diri di tanah kelahiran mereka Turki, setelah Kemal Attaturk, pendiri modernisasi Turki melarang semua kelompok darwis lengkap dengan upacara serta pertunjukkan mereka. Pada saat itu makam Rumi di Konya di ambil alih pemerintah dan diubah menjadi museum Negara. Motivasi utama Attatutrk adalah memutuskan hubungan Turki dengan masa pertengahan guna mengintegrasikan Turki dengan dunia modern seperti demokrasi ala barat. Bagi Attaturk, tarekat sufi menjadi ancaman bagi modernisasi Turki.
Hingga saat ini makam Rumi di Konya tetap terpelihara dan dikelola oleh pemerintah Turki sebagai tempat wisata. Meskipun demikian pengunjung yang datang kesana yang terbanyak adalah para peziarah dan bukan wisatawan. Pada tahun 1953 melalui sebuah kesepakatan, pemerintah Turki akhirnya menyetujui tarian Sama' Tarekat Mawlawiyah dipertontonkan lagi di Konya dengan syarat pertunjukan tersebut bersifat kultural untuk para wisatawan. Rombongan darwis juga diijinkan untuk berkelana secara internasional. Meskipun demikian secara keseluruhan berbagai aspek sufisme tetap menjadi praktek yang ilegal di Turki dan para sufi banyak diburu sejak Attaturk melarang agama mereka.

No comments: