Suatu saat Mawlana
Syaikh Jalaluddin ar-Rumi tengah tenggelam dalam kemabukannya dalam tarian
Sama', ketika itu seorang sahabatnya memainkan biola dan ney (seruling),
beliau mengatakan, “Seperti juga ketika shalat kita berbicara dengan Tuhan,
maka dalam keadaan ekstase (mabuk spiritual)
para darwis juga berdialog dengan Tuhannya melalui cinta. Musik Sama'
yang merupakan bagian Shalawat atas Baginda Nabi Muhammad Saw adalah merupakan
wujud musik cinta demi cinta Nabi Saw dan pengetahuan-Nya.
Rumi mengatakan bahwa ada
sebuah rahasia tersembunyi dalam Musik dan Sama', dimana musik merupakan
gerbang menuju keabadian dan Sama' adalah seperti electron yang mengelilingi
intinya bertawaf menuju Sang Maha Pencipta. Semasa Rumi hidup, tarian “Sama”
sering dilakukan secara spontan disertai jamuan makanan dan minuman. Rumi
bersama teman darwisnya selepas shalat Isya' sering melakukan tarian sama' di
jalan-jalan kota Konya. Terdapat beberapa puisi dalam Matsnawi yang memuji
Sama' dan perasaan harmonis alami yang muncul dari tarian suci ini. Dalam bab
ketiga Matsnawi, Rumi menuliskan puisi tentang kefanaan dalam Sama', “Ketika
gendang ditabuh seketika itu perasaan ekstase merasuk bagai buih-buih yang
meleleh dari debur ombak laut”. Tarian Sama' ini sebagai tiruan dari
keteraturan alam raya yang diungkap melalui perputaran planet-planet.
Perayaan Sama' dari tarekat
Mawlawiyah dilakukan dalam situasi yang sangat sakral dan ditata dalam penataan
khusus pada abad ke-17. Perayaan ini untuk menghormati wafatnya Rumi, suatu
peristiwa yang Rumi dambakan dan ia lukiskan dalam istilah-istilah yang
menyenangkan. Para anggota Tarekat Mawlawiyah belajar menarikan tarian ini
dengan bimbingan Mursyidnya. Tarian ini dalam bentuknya sekarang dimulai dengan
seorang peniup suling yang memainkan Ney, seruling kayu.
Para penari masuk
mengenakan pakaian putih sebagai simbol kain kafan, dan jubah hitam besar sebagai
simbol alam kubur dan topi panjang merah atau abu-abu yang menandakan batu
nisan. Seorang Syaikh masuk paling akhir dan menghormat para Darwis lainnya.
Mereka kemudian balas menghormati. Ketika Syaikh duduk dialas karpet merah
menyala yang menyimbolkan matahari senja merah tua yang mengacu pada keindahan
langit senja sewaktu Rumi wafat. Syaikh mulai bershalawat untuk Rasulullah Saw
yang ditulis oleh Rumi disertai iringan musik, gendang, marawis dan seruling
ney.
Peniup seruling dan penabuh
gendang memulai musiknya, maka para darwis memulai dengan tiga putaran secara
perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan yang membawa manusia
menemui Tuhannya. Pada putaran ketiga, Syaikh kembali duduk dan para penari
melepas jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan kuburan untuk mengalami
"mati sebelum mati", kelahiran kedua. Ketika Syaikh mengijinkan para
penari menari, mereka mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran
tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari.
Ketika tarian hampir usai,
maka Syaikh berdiri dan alunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan
musik penutup dan pembacaan ayat suci Al Qur'an. Sekalipun beberapa gerakan
tarian ini pelan dan terasa lambat, tetapi orang-orang yang menyaksikannya
mengatakan penampilan ini sangat magis dan menawan. Kedalaman konsentrasi, atau
perasaan dzawq dan ketulusan para darwis menjadikan gerakan mereka
begitu menghipnotis. Pada akhir penampilan para hadirin diminta untuk tidak
bertepuk tangan karena Sama' adalah sebuah ritual spiritual bukan sebuah
pertunjukan seni. Pada abad ke-17, Tarekat Mawlawiyah dikendalikan oleh
kerajaan Utsmaniyah. Meskipun Tarekat Mawlawiyah kehilangan sebagian besar
kebebasannya ketika berada dibawah dominasi Ustmaniyah, tetapi perlindungan
Sang Raja memungkinkan Tarekat Mawlawiyah menyebar luas ke berbagai daerah dan
memperkenalkan kepada banyak orang tentang tatanan musik dan tradisi puisi yang
unik dan indah. Pada Abad ke-18, Salim III - seorang Sultan Utsmaniyah -
menjadi anggota Tarekat Mawlawiyah dan kemudian dia menciptakan musik untuk
upacara-upacara Mawlawi. Selama abad ke-19, Mawlawiyah merupakan salah satu
dari sekitar 19 aliran sufi di Turki dan sekitar 35 kelompok semacam itu di
kerajaan Utsmaniyah. Karena perlindungan dari raja mereka, Mawlawi menjadi
kelompok yang paling berpengaruh di seluruh kerajaan, dan prestasi kultural
mereka dianggap sangat murni. Kelompok itu menjadi terkenal di barat., Di Eropa
dan Amerika, pertunjukkan keliling mereka menyita perhatian publik. Selama abad
19, sebuah panggung pertunjukkan yang didirikan di Turki menarik perhatian
banyak kelompok wisatawan Eropa yang datang ke Turki.
Pada tahun 1925, Tarekat
Mawlawiyah dipaksa membubarkan diri di tanah kelahiran mereka Turki, setelah
Kemal Attaturk, pendiri modernisasi Turki melarang semua kelompok darwis
lengkap dengan upacara serta pertunjukkan mereka. Pada saat itu makam Rumi di
Konya di ambil alih pemerintah dan diubah menjadi museum Negara. Motivasi utama
Attatutrk adalah memutuskan hubungan Turki dengan masa pertengahan guna
mengintegrasikan Turki dengan dunia modern seperti demokrasi ala barat. Bagi
Attaturk, tarekat sufi menjadi ancaman bagi modernisasi Turki.
Hingga saat ini makam Rumi
di Konya tetap terpelihara dan dikelola oleh pemerintah Turki sebagai tempat
wisata. Meskipun demikian pengunjung yang datang kesana yang terbanyak adalah
para peziarah dan bukan wisatawan. Pada tahun 1953 melalui sebuah kesepakatan,
pemerintah Turki akhirnya menyetujui tarian Sama' Tarekat Mawlawiyah
dipertontonkan lagi di Konya dengan syarat pertunjukan tersebut bersifat kultural
untuk para wisatawan. Rombongan darwis juga diijinkan untuk berkelana secara
internasional. Meskipun demikian secara keseluruhan berbagai aspek sufisme
tetap menjadi praktek yang ilegal di Turki dan para sufi banyak diburu sejak
Attaturk melarang agama mereka.
No comments:
Post a Comment