MANAQIB GHOUST ZAMAN AL
AKWAN SYEIKH MUHAMMAD BIN ABDUL KARIM SAMMAN
Peletak Dasar Tarekat
Sammaniyah
Tarekat Sammaniyah
meninggalkan banyak warisan kepada bangsa Indonesia, di antaranya Tari Samman,
yang di dalamnya menggelora semangat berjihad melawan penjajah.
Tarekat Sammaniyah adalah tarekat yang sangat
terkenal di Indonesia. Pendirinya adalah Muhammad bin Abdul Karim Al-Madani
Al-Syafi’i Al-Samman. Ia, yang lebih populer dipanggil ”Syaikh Samman”, adalah
seorang ulama besar dan sekaligus sufi.
Tarekat
Sammaniyah muncul di Aceh, Sumatera Barat, Banten dan Jawa Barat, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Selatan, serta beberapa kantung muslim di Indonesia. Tarekat
ini meninggalkan banyak warisan kepada bangsa Indonesia, di antaranya Tari
Samman, yang di dalamnya menggelora semangat berjihad melawan penjajah.
Magnet bagi para Pencari Ilmu
Siapa sebenarnya Syaikh Samman? Dalam kitab
manaqib Syaikh Al-Waliy Al-Syahir Muhammad Samman maupun hikayat Syaikh
Muhammad Samman, disebutkan, pria alim ini lahir di Madinah dari keluarga
Quraisy pada 1130/1718.
Masa Kanak-kanak
Sejak
kecil terdapat keganjilan dalam kehidupannya. Suatu ketika orangtuanya menghidangkan
makanan untuk Syaikh Samman kecil di atas meja makan. Beberapa waktu kemudian,
orangtuanya membuka tutup saji dan mendapatkan makanan itu utuh tak dimakan.
Setiap kali orangtuanya menghidangkan makanan untuknya, mereka selalu mendapati
makanan itu tak berkurang sedikit pun.Karena merasa kawatir dengan perilaku
anaknya tersebut,
orangtuanya
melaporkan kepada guru yang mendidik anaknya. Guru itu menjawab, “Jangan khawatir,
anakmu itu akan menjadi seorang wali.” Jika Syaikh Samman tidur dengan bantal
empuk, ia selalu berkeluh kesah seperti orang sakit. Sementara ketika
orangtuanya tidur, ia bangun tengah malam dan mengambil air wudhu, sedang kala
itu musim dingin di Madinah. Ia selalu shalat hingga datang waktu subuh.
Setelah shalat Subuh, ia membaca ratib sampai matahari terbit. Kemudian
ia shalat sunnah Isyraq. Menjelang siang hari, ia shalat Dhuha. Setiap hari ia
berpuasa sunnah dan melakukan riyadhah. Rutinitas kegiatan ini dilakukan Syaikh
Samman pada masa sebelum baligh. Semasa kanak-kanak ia belajar agama kepada
para ulama yang berada di sekitar Madinah dan dalam usia delapan tahun ia sudah
hafal Al-Qur’an.
Masa Remaja
Ketika
remaja dan setelah menjadi guru di Madrasah Sanjariyah Madinah, ia belajar
hukum Islam kepada lima ulama fiqih terkenal: Muhammad Ad-Daqqaq, Sayyid Ali
Al-Aththar, Ali Al-Kurdi, Abdul Wahhab Al-Thanthawi (di Makkah), dan Said Hilal
Al-Makki. Ia juga pernah berguru kepada Muhammad Hayyat, seorang muhaddits dan
pengikut Tarekat Naqsyabandiyah. Ketika mengaji kepada Muhammad Hayyat, ia
bertemu murid lain yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab, yang kemudian
dikenal sebagai pendiri Wahabbiyah.
Syaikh
Samman juga berguru kepada Muhammad Sulaiman Al-Kurdi Al-Syafi’i
(1125-1194/1713-1780), yang juga guru bagi sekelompok murid Melayu-Indonesia
pada abad ke-18. Mungkin hal ini yang kemudian membentuk dirinya menjadi
pengikut Madzhab Syafi’iyah. Ia juga berguru kepada Abu Thahir Al-Kurani,
Abdullah Al-Bashri, dan Musthafa bin Kamaluddin Al-Bakri. Di antara gurunya
itu, yang disebutkan terakhir ini rupanya yang paling mengesankan. Musthafa
Al-Bakri (1749), yang juga syaikh Tarekat Khalwatiyah, adalah guru untuk bidang
tasawuf dan tauhid. Ia berasal dari Damaskus dan menjadi pengarang yang sangat
produktif. Pada waktu muda, Syaikh Samman terpengaruh Tarekat Khalwatiyah dan
karena itulah ia menambah ilmu dari dua guru Khalwatiyah, yaitu Muhammad bin
Salim Al-Hifnawi dan Muhammad Al-Kurdi. Akhirnya Syaikh Samman membuka cabang
Tarekat Khalwatiyah, tetapi ia memberikan nama tarekat itu ”Al-Muhammadiyah”,
yang berarti jalan Nabi Muhammad SAW.
Gabungan
antara Khalwatiyah dan Sammaniyah inilah yang kemudian menarik para pengikut
tarekat ini di Sulawesi Selatan. Para pengikut Syaikh Yusuf Al-Makassari kini
menamakan tarekatnya ”Khalwatiyah Sammaniyah”. Syaikh Yusuf sendiri adalah
pengikut Tarekat Khalwatiyah. Sebenarnya Syaikh Samman tidak hanya belajar
Tarekat Khalwatiyah, ia juga belajar tarekat lainnya, seperti Naqsyabandiyah,
Qadiriyah, dan Syadzaliyah. Semua tarekat itu mempengaruhi tarekat yang
kemudian didirikannya, yaitu Tarekat Sammaniyah.
Syaikh
Samman lebih banyak tinggal di Madinah. Semula ia mengajar di Madrasah
Sanjariyah dan kemudian menjadi penjaga makam Nabi Muhammad SAW. Dua posisi
ini menjadikan dirinya tokoh yang paling banyak ditemui kaum muslimin di
seluruh dunia. Sebagai tokoh tarekat yang zuhud, shalih, keramat, dan dengan
segala karamah yang ada pada dirinya, ia menjadi magnet bagi para tamu
untuk menimba ilmunya. Peziarah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia
meminta untuk dijadikan muridnya. Syaikh Samman sendiri menganggap, kedatangan
tamu-tamu itu sebagai karunia bagi dirinya sebagai penjaga makam Nabi.
Dalam
Tarekat Sammaniyah, Syaikh Samman menyusun ratib, wirid-wirid, tawasul, serta
berbagai suluk yang dipesankan kepada murid-muridnya dalam jama’ah tarekat
dzikir Samman.
Tarekat
ini kemudian menyebar hingga wilayah Sudan, Ethiopia, dan Asia Tenggara. Dari
sekian banyak murid Syaikh Samman, yang paling menonjol di antaranya adalah
Syaikh Shiddiq bin Umar Khan Al-Madani, Syaikh Abdulrahman bin Abdul Aziz
Al-Maghribi, Syaikh Abdul Karim (putra Syaikh Samman), Maulana Sayyid Ahmad
Al-Baghdadi, Shuruddin Al-Qabuli, dan Abdul Wahhab Afifi Al-Mishri. Sementara
murid yang berasal dari Indonesia di antaranya Muhammad Arsyad Al-Banjari,
Abdulrahman Al-Fathani, dan tiga orang dari Palembang: Syaikh Abdul Shamad,
Tuan Haji Ahmad, dan Muhyiddin bin Syihabuddin. Ada satu lagi murid Sammaniyah
yang terkenal yaitu Syaikh Muhammad Nafis Al-Banjari, pengarang kitab Ad-Durr
Al-Nafis. Namun ia tidak bertemu langsung dengan Syaikh Samman, ia
mengambil ajaran Tarekat Sammaniyah dari Abdullah bin Hijazi Al-Syarqawi,
murid Syaikh Samman di Madinah.
Berwasilah
Syaikh
Samman pernah berkata, dirinya tidak mati, hanya pindah dari dunia ke tempat
yang tersembunyi, alam barzakh. Kalaupun sekiranya ia dianggap mati, ia
menyarankan untuk menziarahi kuburnya dan berdzikir di sana. Ia berpesan kepada
siapa pun agar berwasilah kepadanya jika menghadapi suasana terdesak. Saat
Muqran bin Abdul Mu’in berlayar dari negeri Suez ke negeri Hijaz, kapalnya
diterjang angin topan hingga hampir karam. Saat itulah ia datang menolong.
Tawasul
adalah memohon berkah kepada Allah SWT melalui wasilah atau perantara. Yakni
Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabat, para wuliya’, para ulama fiqih,
para ahli tarekat, para ahli ma’rifat, kedua orangtua, asma-asma Allah, dan
lain-lain.
Tawasul
lazim dipraktekkan dalam kegiatan tarekat. Begitu juga dalam Tarekat
Sammaniyah. Dengan bersandar pada sebuah hadits yang berbunyi Dzikr
al-awliya’ ’tanzil al-rahmah, yang artinya, ”Sebutlah karamah para wali
Allah, maka akan turun rahmah.” Syaikh Samman memang seorang sufi. Meski
demikian, ia amat kuat dalam memegang syari’at. Syaikh Samman sangat produktif
menulis kitab, seperti Al-Futuhat Ilahiyyat fi Tawajjuhat al-Ruhiyyat,
Al-Istighasat, Risalah al-Samman fi adz-Dzikr wa Kayfiyyatihi, Shalawat Nur
Muhammad (Shalawat Sammaniyah), Al-Ainiyah. Selain itu, banyak juga kitab
Tarekat Sammaniyah yang dikarang oleh murid dan pengikutnya. Seperti Hikayat
Syaikh Muhammad Samman, yang ditulis oleh Muhyiddin bin Syihabudiin
Al-Falimbani, Ad-Durr Al-Nafis, karya Muhammad Nafis Al-Banjari. Syaikh
Samman meninggal pada hari Rabu, 2 Dzulhijjah 1189 H/1775 M, dalam usia 57
tahun. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Baqi’, Madinah. (dari berbagai sumber)
2 comments:
Syukur alhadulillah,mhn tambah lagi riwayatx
Rotibul syeich abdul karim muhammad sammam al-madani. Al- hasani. al - qodiri. al Quraisy
Post a Comment