SYEKH AHMAD AR-RIFAAI
Peletak Dasar Tarekat Rifaaiyah
Sayyidi
Ahmad Al Rifa’i dilahirkan pada tahun 500 Hijriah. Pertama kali beliau belajar
Ilmu Fiqih Mazhab Syafi’i dengan mempelajari Kitab Al-Tanbih, akan tetapi
beliau lebih cenderung kepada ilmu tasawuf. Beliau terkenal sebagi rujukan
pimpinan ilmu thoriqoh, karena memiliki ilmu haqiqat yang tinggi dan sebagai
wali qutub yang agung dan masyhur di zaman sesudah syeikh Abdul Qodir al
Jailany ra. Beliau sangat terkenal dan memiliki pengikut yang banyak. Para
pengikutnya terkenal dengan sebutan “Al-Thoifah Al-Rifa’iyah”.
Dalam
kitab Tobaqot diterangkan, pada saat mengajar syeikh Ahmad Rifa’i tidak mau
sambil berdiri. Orang-orang yang tinggalnya jauh bisa mendengar apa yang
disampaikan beliau sama seperti orang yang dekat dengan tempat pengajian.
Sehingga penduduk disekitar desa Ummi Abidah banyak yang keluar dari rumahnya
untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh syeikh Ahmad Rifa’i ini. Bahkan
orang yang tadinya tuli jika mau hadir mengaji oleh Allah, dibukakan
pendengarannya sehingga bisa mendengar apa yang disabdakan oleh syeikh Ahmad
Rifa’i. Para guru thoriqoh banyak yang hadir untuk mendengarkan sabda-sabda
dari Syeikh Ahmad Al Rifa’i dengan menggelar sajadah sebagai tempat duduk.
Setelah syeikh Ahmad selesai memberi pelajaran, mereka pulang sambil
menempelkan sajadah kedadanya masing-masing, sehingga sesampai di rumah mereka
bisa menjelaskan kepada para muridnya.
Banyak hal aneh yang sering
terjadi pada diri murid Syeikh Ahmad Rifa’i seperti, mereka dapat masuk ke
dalam api yang sedang menyala. Mereka juga dapat menjinakkan binatang buas,
seperti harimau di mana hewan ini akan menuruti apa yang mereka katakan.
Sehingga harimau ini dapat dijadikan kendaraan oleh mereka. Banyak lagi
keajaiban-keajaiban lain yang ada pada mereka.
Ketika
pertama kali Sayyidi Ahmad bertemu dengan seorang Wali bernama Syeikh Abdul
Malik Al-Khonubi. Syeikh ini memberinya pelajaran berupa sindiran tetapi sangat
berkesan buat Syeikh Ahmad Al Rifa’i. Sindiran itu berbunyi ; Orang yang
berpaling dia tiada sampai. Orang yang ragu-ragu tidak dapat kemenangan.
Barangsiapa tidak mengetahui waktunya kurang, maka semua waktunya telah kurang.
Setahun lamanya Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i mengulang-ulang perkataan ini.
Setelah
setahun dia datang kembali menemui Syeikh Abdul Malik Al-Khonubi. Sayyidi Ahmad
Al-Rifa’i minta wasiat lagi, maka berkata Syeikh Abdul Malik; Sangatlah keji
kejahilan bagi orang-orang yang mempunyai Akal; Sangatlah keji penyakit pada
sisi semua doktor; Sangatlah keji sekalian kekasih yang meninggalkan Wusul
(sampai kepada Allah). Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i mengulang-ulang pula perkatan
itu selama setahun dan beliau banyak mendapat manfaat dari perkataan itu karena
perkataan itu diresapi, dihayati dan diamalkan.
Salah satu dari sekian budi
pekerti Syeikh Ahmad Al Rifa’i yang mulia ialah beliau seringkali membawa serta
membersihkan pakaian orang-orang yang berpenyakit kusta dan beberapa penyakit
yang sangat menjijikkan menurut pandangan umum. Dipeliharanya orang-orang yang sedang
sakit itu; diantarkan makanan untuk mereka dan beliau juga turut makan
bersama-sama dengan orang-orang sakit itu tanpa ada rasa jijik.
Kalau
Syeikh Ahmad Al Rifa’i datang dari perjalanan, apabila telah dekat dengan
kampung halamannya maka dipungutnya kayu bakar, setelah itu dibagi-bagikan
kepada orang-orang sakit, orang buta, orang-orang jompo atau orang tua yang
membutuhkan pertolongan. Syeikh Ahmad berkata : “Mendatangi orang-orang yang
semacam itu bagi kita wajib bukan hanya sunah. Bahkan Nabi bersabda : “Barang
siapa yang memuliakan orang tua yang Islam, maka Allah akan meluluhkan orang
untuk memuliakannya apabila ia sudah tua”.
Beliau setiap dijalan selalu
menanti datangnya orang buta, kalau ada orang buta datang lalu dipegang dan
dituntun sampai tujuan. Beliau mempunyai kasih sayang bukan hanya kepada
manusia saja, tetapi juga kepada binatang, sehingga kalau bertemu dengan siapa
saja selalu mendahului memberi salam, bahkan juga kepada hewan. Diriwayatkan
bahwa ada seekor anjing yang menderita sakit kusta. Kemana saja anjing itu
pergi, ia akan diusir. Anjing tersebut diambil oleh Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i
lalu dimandikan dengan air panas, diberikan obat dan makan secukupnya, sampai
anjing tersebut sembuh dari penyakit yang dideritanya. Kalau ada orang yang
bertanya tentang apa yang diperbuatnya beliau berkata : “Aku selalu membiasakan
pekerjaan yang baik. Syeikh Ahmad ini kalau dihinggapi nyamuk beliau
membiarkannya dan tidak boleh ada orang lain yang mengusirnya. Beliau berkata,
“Biarkanlah dia meminum darah yang dibagikan Allah kepadanya. Pada suatu hari
ada seekor kucing sedang nyenyak tidur di atas lengan bajunya. Waktu sholat
telah masuk, lalu digunting lengan bajunya itu karena tidak sampai hati
mengejutkan kucing yang sedang lelap tidur itu. Seusai sholat lengan bajunya
diambil dan dijait lagi.
Budi
pekerti mulia yang lain ialah beliau tidak mau membalas kejahatan dengan
kejahatan. Apabila beliau dimaki oleh orang, beliau terus menundukkan kepalanya
mencium bumi dan menangis serta meminta maaf kepada yang memakinya. Beliau
pernah dikirimi surat oleh Syeikh Ibrohim al Basity yang isi suratnya
merendahkan martabat beliau, lalu beliau berkata kepada orang yang menyampaikan
surat itu : “Coba bacalah surat itu, dan ternyata isinya adalah : “Hai orang yang
buta sebelah, hai dajjal, hai orang yang bikin bid’ah dan berbagai macam
perkataan yang menyakitkan hati. Setelah selesai membaca surat kemudian surat
itu diterima oleh syeikh Ahmad, dibaca kemudian berkata : “Ini semua betul,
smoga Allah membalas kebaikan kepadanya. Beliau terus berkata dengan syiir,
“Maka tidaklah aku peduli kepada orang yang meragukan aku yang penting menurut
Allah, aku bukanlah orang yang meragukan. Kemudian syeikh berkata : “Tulislah
sekarang jawaban balasanku yang berbunyi “Dari orang rendahan kepada tuanku
syeikh Ibrohim. Mengenai tulisanmu seperti yang tertera dalam surat, memang
Allah telah menjadikan aku menurut apa yang dikehendaki-Nya dan aku
mengharapkanmu hendaknya sudi bersedekah kepadaku dengan mendo’akan dan
memaafkanku. Setelah surat balasan ini sampai pada syeikh Ibrohim dan dibaca
isinya, kemudian syeikh Ibrohim pergi entah kemana tidak ada orang yang tahu.
Jika ada
orang minta dituliskan azimat kepadanya, maka Syeikh Ahmad mengambil kertas
lalu ditulis tanpa pena. Sewaktu beliau pergi Haji, ketika berziarah ke Maqam
Nabi Muhammad Saw, maka nampak tangan dari dalam kubur Nabi bersalaman dengan
beliau dan beliau pun terus mencium tangan Nabi SAW yang mulia itu. Kejadian
itu dapat disaksikan oleh orang ramai yang juga berziarah ke Maqam Nabi Saw
tersebut. Salah seorang muridnya berkata ; “Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah
Qutub”. Jawabnya; “Sucikan olehmu syak mu daripada Qutubiyah”. Kata murid:
“Tuan Guru adalah Ghauts!”. Jawabnya: “Sucikan syakmu daripada Ghautsiyah”.
Al-Imam Sya’roni mengatakan bahwa yang demikian itu adalah dalil bahwa Sayyidi
Ahmad Al-Rifa’i telah melampaui “Maqaamat” dan “Athwar” karena Qutub dan Ghauts
itu adalah Maqam yang maklum (diketahui umum).
Sebelum
wafat beliau telah menceritakan kapan waktunya akan meninggal dan sifat-sifat
hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit yang sangat parah untuk
menangung bilahinya para makhluk. Sabdanya, “Aku telah di janji oleh Allah,
agar nyawaku tidak melewati semua dagingku (daging harus musnah terlebih dahulu).
Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i sakit yang mengakibatkan kewafatannya, beliau
berkata, “Sisa umurku akan kugunakan untuk menanggung bilahi agungnya para
makhluk. Kemudian beliau menggosok-ngosokkan wajah dan uban rambut beliau
dengan debu sambil menangis dan beristighfar . Yang dideritai oleh Sayyidi
Ahmad Al-Rifa’i ialah sakit “Muntah Berak”. Setiap hari tak terhitung banyaknya
kotoran yang keluar dari dalam perutnya. Sakit itu dialaminya selama sebulan.
Hingga ada yang tanya, “Kok, bisa sampai begitu banyaknya yang keluar, dari
mana yaa kanjeng syeikh. Padahal sudah dua puluh hari tuan tidak makan dan
minum. Beliau menjawab, “Karena ini semua dagingku telah habis, tinggal otakku,
dan pada hari ini nanti juga akan keluar dan besok aku akan menghadap Sang Maha
Kuasa. Setelah itu ketika wafatnya, keluarlah benda yang putih kira-kira dua
tiga kali terus berhenti dan tidak ada lagi yang keluar dari perutnya. Demikian
mulia dan besarnya pengorbanan Aulia Allah ini sehingga sanggup menderita sakit
menanggung bala yang sepatutnya tersebar ke atas manusia lain. Wafatlah Wali
Allah yang berbudi pekerti yang halus lagi mulia ini pada hari Kamis waktu
duhur 12 Jumadil Awal tahun 570 Hijrah. Riwayat yang lain mengatakan tahun 578
Hijrah.
No comments:
Post a Comment