TARIKAT
MAULAWIYAH DAN AJARANNYA
Bagi
kalangan pencinta musik sufi,nama tarekat ini cukup dikenal. Maulawiyah merupakan
tarekat yg berasal dari ajaran sufi besar bernama Jalaluddin Rumi (1273) di
Turki. Tarekat ini menyebar luas ke beberapa wilayah,diantaranya di Turki dan
Amerika Utara.Salah satu keunikan pd praktik ajaran sufi tarekat ini adalah
tata cara meditasinya,yaitu berputar-putar spt menari-mari cukup lama. Upaya
ini merupakan bagian dari cara untuk mengingatkan seseorang bahwa segala
sesuatu berawal dari sebuah putaran. Hidup merupakan putaran dari tiada menjadi
ada,kemudian tidak ada, ada, dan tiada lagi.
Biografi
Maulana Jalaluddin Ar Rummy
Maulānā
Jalāluddīn Muhammad Rūmī[2] (Parsi: مولانا جلال الدین محمد رومی, Bahasa
Turki: Mevlânâ
Celâleddin Mehmed Rumi) , juga dikenali Maulānā Jalāluddīn Muhammad Balkhī
(Parsi: محمد بلخى), atau Rumi sahaja di negara-negara
bertutur Inggeris, (30
September, 1207–17 Disember, 1273), merupakan penyair,
Qadi dan ahli teologiParsi Muslim abad ke 13Farsi (Tājīk)[3][4]. Namanya bermaksud “Keagungan
Agama”, Jalal berarti “agung” dan Din berarti
“agama”.[5]
Rumi
lahir di Balkh (ketika itu sebahagian dari Khorasan Besar
di Negeri Parsi,
kini dalam Afghanistan) dan meninggal dunia di Konya ( di Turki sekarang )
Tempat
lahir dan bahasa ibunda/tempatannya menggambarkan latar belakang Farsi. Beliau
juga menulis puisi Farsi dan karya-karyanya tersebar di Iran, Afghanistan, Tajikistan, dan dialih bahasa di Turki, Azerbaijan, A.S., dan Asia Tenggara. Sebahagian besar hayat dan era
penulisan ketika Empayar Seljuk.[6] Disamping puisi Farsi beliau juga
menulis beberapa rangkap dalam bahasa Arab, Greek, dan Turki Oghuz.
Kepentingan
Rumi melangkaui batas bangsa, budaya dan negara. Sepanjang abad dia mempunyai
pengaruh dalam Kesusasteraan
Parsi disamping dalam Kesusasteraan Urdu
dan Kesusasteraan Turki.
Sajak-sajak karangannya dibaca dengan meluas di negara-negara seperti Iran, Afghanistan dan Tajikistan dan telah banyak diterjemah dalam
pelbagai bahasa di dunia dalam pelbagai bentuk.
Mawlana
Jalaludin Rumi yaitu Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani (Grandson of Mawlana
Rumi )
“Dia
adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan, Saya mencintainya dan Saya
mengaguminya, Saya memilih jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya.
Setiap orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi. Dia
adalah orang yang Saya cintai, dia begitu indah, oh dia adalah yang paling
sempurna.
Orang-orang
yang mencintainya adalah para pecinta yang tidak pernah sekarat. Dia adalah dia
dan dia dan mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika kalian mempunyai
cinta, kalian akan memahaminya.
(
Sulthanul Awliya Mawlana Syaikh Nazhim Adil al-Haqqani – Cucu dari Mawlana
Rumi, Lefke, Cyprus Turki, September 1998)
Rumi
memang bukan sekadar penyair, tetapi juga seorang tokoh sufi yang berpengaruh
di zamannya. Rumi adalah guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah thariqat
yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Thariqat Maulawiah
pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan
seniman sekitar tahun l648.
Sebagai
tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indera dalam menentukan
kebenaran.Di zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit itu.
Bagi mereka kebenaran baru dianggap benar bila mampu digapai oleh indera dan
akal. Segala sesuatu yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, dengancepat
mereka ingkari dan tidak diakui.
Padahal
menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah yang dapat melemahkan Iman kepada
sesuatu yang ghaib. Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula, kepercayaan
kepada segala hakekat yang tidak kasat mata, yang diajarkan berbagai syariat
dan beragam agama samawi, bisa menjadi goyah.
Rumi
mengatakan, “Orientasi kepada indera dalam menetapkan segala hakekat keagamaan
adalah gagasan yang dipelopori kelompok Mu’tazilah. Mereka merupakan para budak
yang tunduk patuh kepada panca indera. Mereka menyangka dirinya termasuk
Ahlussunnah. Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak terikat kepada
indera-indera, dan tidak mau pula memanjakannya.”
Bagi
Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah melihatnya
dengan mata kepala atau belum pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin
akan selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah penyembuhan yang
terkandung dalam obat. “Padahal, yang lahir itu senantiasa menunjukkan adanya
sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah
Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.
Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.
PENGARUH
TABRIZ
Fariduddin
Attar, salah seorang ulama dan tokoh sufi, ketika berjumpa dengan Rumi yang
baru berusia 5 tahun pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak akan menjadi
tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian mencatat, ramalan Fariduddin Attar itu
tidak meleset.
Rumi,
Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207. Mawlana Rumi
menyandang nama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi
al-Qunuwi.Adapun panggilan Rumi karena sebagian besar hidupnyadihabiskan di
Konya (kini Turki), yang dahulu dikenalsebagai daerah Rum (Roma).
Ayahnya,
Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah seorang ulama besar bermadzhab
Hanafi. Dan karena kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia digelari
Sulthanul Ulama. Namun rupanya gelar itu menimbulkan rasa iri pada sebagian
ulama lain. Dan mereka pun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin ke
penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh hingga Bahauddin harus
meninggalkan Balkh, termasuk keluarganya. Ketika itu Rumi baru berusia lima
tahun. Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari
suatu negara ke negara lain.
Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun.
Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun.
Di
samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq
at-Turmudzi, sahabat dan pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga
menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu. Beliau baru kembali ke
Konya pada 634 H, dan ikut mengajar di perguruan tersebut.
Setelah
Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya. Dengan
pengetahuan agamanya yang luas, di samping sebagai guru, beliau juga menjadi
da’i dan ahli hukum Islam. Ketika itu banyak tokoh ulama yang berkumpul di
Konya. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul
para ulama dari berbagai penjuru dunia.
Kesufian
dan kepenyairan Rumi dimulai ketika beliau sudah berumur cukup tua, 48 tahun.
Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah yang punya
murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana seorang ulama, beliau juga memberi fatwa
dan tumpuan ummatnya untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu berubah
seratus delapan puluh derajat ketika beliau berjumpa dengan seorang sufi
pengelana, Syamsuddin alias Syamsi dari kota Tabriz.
Suatu
saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan khalayak dan banyak yang
menanyakan sesuatu kepadanya. Tiba-tiba seorang lelaki asing–yakni Syamsi
Tabriz–ikut bertanya, “Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?” Mendengar
pertanyaan seperti itu Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu dan tepat
pada sasarannya. Beliau tidak mampu menjawab. Akhirnya Rumi berkenalan dengan
Tabriz. Setelah bergaul beberapa saat, beliau mulai kagum kepada Tabriz yang
ternyata seorang sufi.
Sultan
Salad, putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu, “Sesungguhnya, seorang
guru besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari sang guru besar
harus menimba ilmu darinya, meski sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud.
Tetapi itulah kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itumelihat kandungan
ilmu yang tiada taranya.”
Rumi
telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah
dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan
mengembangkan emosinya, sehingga beliau menjadi penyair yang sulit ditandingi.
Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, beliau tulis syair-syair, yang
himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams Tabriz. Beliau bukukan
pula wejangan-wejangan gurunya, dan buku itu dikenal dengan nama Maqalat Syams
Tabriz.
Rumi
kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syaikh Hisamuddin Hasan
bin Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, selama 15 tahun terakhir
masahidupnya beliau berhasil menghasilkan himpunan syair yang besar dan
mengagumkan yang diberi nama Masnavi.
Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran
tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain.
Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran
tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain.
Bahkan
Masnavi sering disebut Qur’an Persia. Karyatulisnya yang lain adalah Ruba’iyyat
(sajak empat baris dengan jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam bentuk
prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang metafisika), dan Maktubat
(himpunan surat-suratnya kepada sahabat atau pengikutnya).
Bersama
Syaikh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan Thariqat Maulawiyah atau Jalaliyah.
Thariqat ini di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (para Darwisy
yang berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut thariqat ini
melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling, dalam
dzikir mereka untuk mencapai ekstase.
WAFATNYA
MAWLANA RUMI
Semua
manusia tentu akan kembali kepada-Nya. Demikianlah yang terjadi pada Rumi.
Penduduk Konya tiba-tiba dilanda kecemasan, karena mendengar kabar bahwa tokoh
panutan mereka, Rumi, tengah menderita sakit keras. Meskipun demikian, pikiran
Rumi masih menampakkan kejernihannya.
Seorang
sahabatnya datang menjenguk dan mendo’akan,“Semoga Allah berkenan memberi
ketenangan kepadamu dengan kesembuhan.” Rumi sempat menyahut, “Jika engkau
beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik. Tapi kematian ada
juga yang kafir dan pahit.”
Pada
tanggal 5 Jumadil Akhir 672 H atau 17 Desember 1273 dalam usia 68 tahun Rumi
dipanggil ke Rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan,penduduk
setempat berdesak-desakan ingin mengantarkan kepulangannya. Malam wafatnya
beliau dikenal sebagai Sebul Arus (Malam Penyatuan). Sampai sekarang para
pengikut Thariqat Maulawiyah masih memperingati tanggal itu sebagai hari
wafatnya beliau.
“SAMA”,
Tarian Darwis yang Berputar
Suatu
saat Rumi tengah tenggelam dalam kemabukannya dalam tarian “Sama” ketika itu
seorang sahabatnya memainkan biola dan ney (seruling), beliau mengatakan,
“Seperti juga ketika salat kita berbicara dengan Tuhan, maka dalam
keadaan extase para darwis juga berdialog dengan Tuhannya melalui cinta. Musik
Sama yang merupakan bagian salawat atas baginda Nabi Sallallahu alaihi wasalam
adalah merupakan wujud musik cinta demi cinta Nabi saw dan pengetahuanNya.
Rumi
mengatakan bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi dalam Musik dan Sama, dimana
musik merupakan gerbang menuju keabadian dan Sama adalah seperti electron
yangmengelilingi intinya bertawaf menuju sang Maha Pencipta. Semasa Rumi hidup
tarian “Sama” sering dilakukan secara spontan disertai jamuan makanan dan
minuman. Rumi bersama teman darwisnya selepas solat
Isa sering melakukan tarian sama dijalan-jalan kota Konya.
Isa sering melakukan tarian sama dijalan-jalan kota Konya.
Terdapat
beberapa puisi dalam Matsnawi yang memuji Sama dan perasaan harmonis alami yang
muncul dari tarian suci ini. Dalam bab ketiga Matsnawi, Rumi menuliskan puisi
tentang kefanaan dalam Sama, “ketika gendang ditabuh seketika itu perasaan
extase merasukbagai buih-buih yang meleleh dari debur ombak laut”.
Tarian
Sakral Sama dari tariqah Mevlevi Haqqani atau Tariqah Mawlawiyah ini masih
dilakukan saat ini di Lefke, Cyprus Turki dibawah bimbingan Mawlana Syaikh
Nazim Adil al-Haqqani. Ajaran Sufi Mawlana Syaikh Nazim dan mawlana Syaikh
Hisyam juga merambah keberbagai kota di Amerika maupun Eropa, sehingga tarian
Whirling Dervishes ini juga dilakukan di banyak kota-kota di Amerika, Eropa dan
Asia di bawah bimbingan Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani.
Tarian
Sama ini sebagai tiruan dari keteraturan alam raya yang diungkap melalui
perputaran planet-planet. Perayaan Sama dari tariqah Mevlevi dilakukan dalam
situasi yang sangat sakral dan ditata dalam penataan khusus pada abad ke tujuh
belas. Perayaan ini untuk menghormati wafatnya Rumi, suatu peristiwa yang Rumi
dambakan dan ia lukiskan dalam istilah-istilah yang menyenangkan.
Para
Anggota Tariqah Mevlevi sekarang belajar menarikan tarian ini dengan bimbingan
Mursyidnya. Tarian ini dalam bentuknya sekarang dimulai dengan seorang peniup
suling yang memainkan Ney, seruling kayu. Para penari masuk mengenakan pakaian
putih yang sebagai simbol kain kafan, dan jubah hitam besar sebagai symbol alam
kubur dan topi panjang merah atau abu-abu yang menandakan batu nisan.
Akhirnya
seorang Syaikh masuk paling akhir dan menghormat para Darwish lainnya. Mereka
kemudian balas menghormati. Ketika Syaikh duduk dialas karpet merahmenyala yang
menyimbolkan matahari senja merah tua yang mengacu pada keindahan langit senja
sewaktu Rumiwafat. Syaikh mulai bersalawat untuk Rasulullah saw yang ditulis
oleh Rumi disertai iringan musik,
gendang, marawis dan seruling ney. Peniup seruling dan penabuh gendang memulai musiknya,maka para darwis memulai dengan tiga putaran secara perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada puatran ketiga Syaikh kembali duduk dan para penari melepas jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan kuburan untuk mengalami ‘ mati sebelum mati”,
kelahiran kedua. Ketika Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari. Ketika tarian hamper usai maka syaikh berdiri dan alunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan musik penutup danpembacaan ayat suci Al-Quran.
gendang, marawis dan seruling ney. Peniup seruling dan penabuh gendang memulai musiknya,maka para darwis memulai dengan tiga putaran secara perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada puatran ketiga Syaikh kembali duduk dan para penari melepas jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan kuburan untuk mengalami ‘ mati sebelum mati”,
kelahiran kedua. Ketika Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari. Ketika tarian hamper usai maka syaikh berdiri dan alunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan musik penutup danpembacaan ayat suci Al-Quran.
Rombongan
Penari Darwis, secara teratur menampilkan Sama di auditorium umum di Eropa dan
Amerika Serikat. Sekalipun beberapa gerakan tarian ini pelan dan terasa lambat
tetapi para pemirsa mengatakan penampilan ini sangat magis dan menawan.
Kedalaman konsentrasi, atauperasaan dzawq dan ketulusan para darwis menjadikan
gerakan mereka begitu menghipnotis. Pada akhir penampilan para hadirin diminta
untuk tidak bertepuktangan karena “Sama” adalah sebuah ritual spiritual
bukan sebuah pertunjukan seni.
bukan sebuah pertunjukan seni.
Pada
abad ke 17, Tariqah Mevlevi atau Mawlawiyahdikendalikan oleh kerajaan
Utsmaniyah. Meskipun Tariqah Mawlawiyah kehilangan sebagian besarkebebasannya
ketika berada dibawah dominasi Ustmaniyah, tetapi perlindungan Sang Raja
menungkinkan.Tariqah Mawlawi menyebar luas keberbagai daerah danmemperkenalkan
kepada banyak orang tentang tatanan musik dan tradisi puisi yang unik dan
indah. Pada Abad ke 18, Salim III seorang Sultan Utsmaniyah menjadi anggota
Tariqah Mawlawiyah dan kemudian diamenciptakan musik untuk upacara-upacara
Mawlawi.
Selama
abad ke 19 , Mawlawiyah merupakan salah satu dari sekitar Sembilan belas aliran
sufi di Turtki dan sekitar tigapuluh lima kelompok semacam itu
dikerajaanUtsmaniyah. Karena perlindungan dari raja mereka, Mawlawi menjadi
kelompok yang paling berpengarhdiseluruh kerajaan dan prestasi cultural mereka
dianggap sangat murni. Kelompok itu menjadi terkenal di barat., Di Eropa dan
Amerika pertunjukkan keliling mereka menyita perhatian public. Selama abad 19,
sebuah panggung pertunjukkan yang didirikan di Turki menarik perhatian banyak
kelompok wisatawan Eropa yang datang ke Turki.
Pada
tahun 1925, Tariqah Mawlawi dipaksa membubarkan diri ditanah kelahiran mereka
Turki, setelah Kemal Ataturk pendiri modernisasi Turki melarang semua kelompok
darwis lengkap dengan upacara serta pertunjukkan mereka. Pada saat itu makam
Rumi di Konya diambil alih pemerintah dan diubah menjadi museumNegara.
Motivasi
utama Atatutrk adalah memutuskan hubungan Turki dengan masa pertengahan guna
mengintegrasikan Turki dengan dunia modern seperti demokrasi ala barat. Bagi
Ataturk tariqah sufi menjadi ancaman bagi modernisasi Turki. Pada saat itulah
Syaikh Nazim ق mulai menyebarkan
bimbingan spiritual dan mengajar agama Islam di Siprus, Turki.
Mawlana
Syaikh Nazim Adil al-Haqqani
Banyak
murid yang mendatangi Mawlana Syaikh Nazim danmenerima Thariqat Naqsybandi
Haqqani. Selain itu beliau adalah pemegang otoritas Mursyid tujuh Tariqah Sufi
besar lainnya, termasuk Mevlevi Haqqani atau Mawlawiyah, Qodiriah, Syadziliyah,
Chisty. Namun sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan karena beliau
berada di dalam komunitas orang-orang Turki di Siprus, agama pun dilarang di sana.
Bahkanmengumandangkan azan pun tak diperbolehkan.
Langkah
Syaikh Nazim yang pertama ketika itu adalah menuju masjid di tempat
kelahirannya dan mengumandangkan azan di sana, segera beliau dimasukkanpenjara
selama seminggu. Begitu dibebaskan, Syaikh Nazim ق pergi
menuju masjid besar di Nikosia dan melakukan azan di menaranya. Hal itu membuat
parapejabat marah dan beliau dituntut atas pelanggaran hukum.
Sambil
menunggu sidang, Syaikh Nazim ق terus
mengumandangkan azan di menara-menara masjid di seluruh Nikosia. Sehingga
tuntutannya pun terus bertambah, ada 114 kasus yang menunggu beliau. Pengacara
menasihati beliau agar berhenti melakukan azan, namun Syaikh Nazim ق mengatakan, “ Tidak, aku tidak bisa
mengehntikannya. Orang-orang harusmendengar panggilan azan untuk shalat.”
Ketika
hari persidangan tiba, Mawlana Syaikh Nazim didakwa atas 114 kasus
mngumandangkan azan diseluruh Cyprus. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti,
maka beliau bisa dihukum 100 tahun penjara. Tetapi pada hari yang sama hasil
pemilu diumumkan di Turki. Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan
untuk berkuasa. Langkah pertamanya ketika terpilih menjadi Presiden adalah
membuka seluruh masjid-masjid dan mengizinkan azan dikumandangkan dalam bahasa
Arab. Inilah keajaiban yang diberikan Allah swt kepada Mawlana Syaikh Nazim.
Hingga
saat ini makam Rumi di Konya tetap terpeliharadan dikelola oleh pemerintah
Turki sebagai tempat wisata. Meskipun demikian pengunjung yang datang kesana
yang terbanyak adalah para peziarah dan bukan wisatawan. Melalui sebuah
kesepakatan pemerintah Turki, pada tahun 1953 akhirnya menyetujui tarian “Sama”
Tariqah Mawlawi dipeertontonkan lagi di Konya dengan syarat pertunjukan
tersebut bersifat culturaluntuk para wisatawan.
Rombongan
Darwis juga diijinkan untuk berkelana secara Internasional. Meskipun demikian
secara keseluruhan berbagai aspek sufisme tetap menjadi praktek yang illegal di
Turki dan para sufi banyak diburu sejakAtaturk melarang agama mereka.
———————————-
Maulana
Jalaluddin Rumi, Menari di Depan Tuhan
“AKAN
tiba saatnya, ketika Konya menjadi semarak, dan makam kita tegak di jantung
kota. Gelombang demi gelombang khalayak menjenguk mousoleum kita,
menggemakan ucapan-ucapan kita.”
Itulah
ucapan Jalaluddin Rumi pada putranya, Sultan Walad, di suatu pagi. Dan waktu
kemudian berlayar, melintasi tahun dan abad. Konya seakan terlelap dalam debu
sejarah. “Tetapi, kota Anatolia Tengah ini tetap berdiri sebagai saksi
kebenaran ucapan Rumi,” tulis Talat Said Halman, peneliti karya-karya mistik
Rumi.
Kenyataannya
memang demikian. Lebih dari 7 abad, Rumi bak bayangan yang abadi mengawal
Konya, terutama untuk pada pengikutnya, the whirling dervishes, para darwis
yang menari. Setiap tahun, dari tanggal 2-17 Desember, jutaan peziarah menyemut
menuju Konya. Dari delapan penjuru angin mereka berarak untuk
memperingatikematian Rumi, 727 tahun silam.
Siapakah
sesungguhnya makhluk ini, yang telahmenegakkan sebuah pilar di tengah khazanah
keagamaan Islam dan silang sengketa paham? “Dialah penyairmistik terbesar
sepanjang zaman,” kata orientalis Inggris Reynold A Nicholson. “Ia bukan nabi,
tetapi iamampu menulis kitab suci,” seru Jami, penyair Persia Klasik, tentang
karya Rumi,Matsnawi.
Gandhi
pernah mengutip kata-katanya. Rembrandt mengabadikannya dikanvas, Muhammad
Iqbal, filsuf dan penyair Pakistan, sekali waktu pernah berdendang,“Maulana
mengubah tanah menjadi madu…. Aku mabuk oleh anggurnya; aku hidup dari
napasnya.” Bahkan, Paus Yohanes XXIII, pada 1958 menuliskan pesan khusus: “Atas
nama dunia Katolik, saya menundukkan kepala penuh hormat mengenang Rumi.”
Besar
dalam kembara
Jalaluddin
dilahirkan 30 September 1207 di Balkh, kini wilayah Afganistan. Ia Putra
Bahauddin Walad, ulama dan mistikus termasyhur, yang diusir dari kota Balkh
tatkala ia berumur 12 tahun. Pengusiran itu buntutperbedaan pendapat antara
Sultan dan Walad.
Keluarga
ini kemudian tinggal di Aleppo (Damaskus), dan di situ kebeliaan Jalaluddin
diisi oleh guru-guru bahasa Arab yang tersohor. Tak lama di Damakus, keluarga
ini pindah ke Laranda, kota di Anatolia Tengah, atas permintaan Sultan Seljuk
Alauddin Kaykobad.
Konon,
Kaykobad membujuk dalam sebuah surat kepada Walad, “Kendati saya tak pernah
menundukkan kepala kepada seorang pun, saya siap menjadi pelayan dan pengikut
setia Anda.” Di kota ini ibu Jalaluddin, Mu’min Khatum, meninggal dunia. Tak
lama kemudian, dalam usia 18 tahun, Jalaluddin menikah. 1226, putra pertama
Jalaluddin, Sultan Walad, lahir. Setahun kemudian, keluarga ini pindah ke
Konya, 100 Km dariLaranda. Di sini, Bahauddin Walad mengajar di madrasah. 1229,
anak kedua Jalaluddin, Alauddin, lahir. Dua tahun kemudian, dalam usia 82
tahun, Bahaudin Walad meninggal dunia.
Era
baru pun dialami Jalaluddin. Dia menggantikan Walad, dan mengajarkan ilmu-ilmu
ketuhanan tradisional, tanpa menyentuh mistik. Setahun setelahkematian
ayahnya, suatu pagi, madrasahnya kedatangan tamu, Burhannuddin Muhaqiq, yang
ternyata murid terkasih Walad. Dan ketika menyadari sang guru telahtiada,
Muhaqiq mewariskan ilmunya pada Jalaluddin. Burhanuddin pun menggembleng muridnya
dengan latihan tasawuf yang telah dimatangkan selama 4 abad terakhir oleh para
sufi, dan beberapa kali meminta dia ke Damakus untuk menambah lmu. 8 tahun
menggembleng, 1240, Burhanuddin kembali ke Kayseri. Jalaluddin Rumipun
menggembleng diri sendiri.
Cinta
adalah menari
Tahun
1244, saat berusia 37 tahun, Jalaluddin sudah berada di atas semua ulama di
Konya. Ilmu yang dia timba dari kitab-kitab Persia, Arab, Turki, Yunani dan
Ibrani, membuat dia nyaris ensiklopedis. Gelar Maulana Rumi (Guru bangsa Rum) pun
dia raih. Tapi, di sebuah senja Oktober, sehabis pulang dari madrasah,
seseorang yang tak dia kenal, menjegat langkahnya, dan menanyakan satu hal.
Mendengar pertanyaan itu, Rumilangsung pingsan!
Sebuah
riwayat mengatakan, orang tak dikenal itu bertanya, “Siapa yang lebih agung,
Muhammad Rasulullah yang berdoa, ‘Kami tak mengenal-Mu seperti seharusnya’ atau
seorang sufi Persia, Bayazid Bisthami yang berkata, ‘Subhani, mahasuci diriku,
betapa agungnya kekuasaanku’. Pertanyaan mistikus Syamsuddin Tabriz itu
mengubah hidup Rumi. Dia kemudian tak lagi terpisahkan dari Syams. Dan di bawah
pengaruh Syams,ia menjalani periode mistik yang nyala, penuh gairah, tanpa
batas, dan kini, mulai menyukai musik. Mereka menghabiskan hari bersama-sama,
dan menurut riwayat, selama berbulan-bulan mereka dapat bertahan hidup tanpa
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, khusuk menuju Cinta Ilahiah.
Tapi
hal ini tak lama. Kecemburuan warga Konya, membuat Syams pergi. Dan saat Syams
kembali, warga membunuhnya. Rumi kehilangan, kehilangan terbesar yangdia
gambarkan seperti kehidupan kehilangan mentari.
Tapi,
suatu pagi, seorang pandai besi membuat Jalaluddin menari. Pukulan penempa besi
itu, Shalahuddin, membuat dia ekstase, dan tanpa sadar mengucapkan puisi-puisi
mistis, yang berisi ketakjuban pada pengalaman syatahat. Rumi pun kemudian
bersabahat dengan Shalahuddin, yang kemudian menggantikan posisi Syams. Dan era
menari pun dimulai Rumi, menari sambil memadahkan syair-syair cinta Ilahi.
“Tarian para darwis itulah yang kemudian menjadi semacam bentukratapan Rumi
atas kehilangan Syams,” jelas Talat.
Sampai
meninggalnya, 17 Desember 1273, Rumi tak pernah berhenti menari, kerana dia tak
pernah berhenti mencintai Allah. Tarian itu juga yang membuat peringkatnya
dalam inisiasi sufi berubah dari yang mencintai jadi yang dicintai. (Aulia A
Muhammad)
No comments:
Post a Comment